yajna-sistamrta-bhujo
yanti brahma sanatanam
nayam loko sty ayajnasya
kuto nah kuru-sattama
Mereka yang makan sisa persembahan,
Sebagai amrta, mencapai Brahman yang kekal
abadi,
Dunia ini bukan bagi yang tidak beryadnya
Apa
pula dunia yang lain, wahai Arjuna
(Bhagawadgita
IV-31)
Masalah lingkungan merupakan isu yang sedang
mengemuka saat ini. Lingkungan yang
rusak merupakan salah satu penyebab utama bencana alam di dunia. Semakin
bertambahnya polutan yang tidak disertai dengan upaya pencegahan yang maksimal
menyebabkan alam sangat cepat rusak. Bahkan yang paling dikhawatirkan kerusakan
memuncak dengan berubahnya iklim di
seluruh belahan dunia.
Sumber polutan ternyata tidak hanya dati kalangan
industri, namun juga dari rumah tangga. Aktivitas yadnya pun ikut memberi andil
rusaknya lingkungan. Sisa-sisa upakara baik itu dalam skala rumah tangga
ataupun dalam skala besar seperti Panca Bali Krama dibuang seenaknya seperti
sampah. Tidakkah ’sampah’ tersebut sesungguhnya adalah prasadam atau surudan?
Ini sesungguhnya merupakan bentuk tidak hormat
kita pada Tuhan yang kita beri persembahan. Kita memuji-muji Beliau dan
mempersembahkan sesajen. Tetapi setelah sesajen itu menjadi prasadam kita malah
membuangnya. Ini tentu keliru. Prasadam hendaknya dinikmati sampai habis oleh
semua makhluk, baik itu manusia mupun hewan dan tumbuhan. Jangan perlakukan
prasadam sebagai sampah yang harus dibuang yang pada gilirannya malah mengotori
lingkungan.
Dalam hal ini kita patut mencontoh sikap teman
saya. Sebelum makan dia selalu berdoa : Om brahmar panam brahma havir brahmagnau brahmanahutam, brahma iva tena gantavyam
brahma-karma-samadhina. Aham vaisvanaro bhutva praninam deham asritah,
pranapana samayuktah pacamy annam catur-idham (Bhagavadgita IV-24 dan XV-14).
Arti dari mantra tersebut yakni Brahman adalah persembahan itu, Brahman adalah
mentega, yang dipersembahkan pada api Brahman, hanya kepada Brahmanlah ia yang
mengetahui Brahman menghadap dalam kegiatan kerjanya (BG IV-24), setelah
menjadi api dari badan makhluk hidup dan bersatu dengan keluar masuknya
pernafasan, Aku cernakan empat jenis makanan itu (BG XV-14). Melalui mantra
tersebut dia meyakini bahwa Tuhan adalah sumber dari semuanya termasuk makanan
yang akan dia makan. Dia meyakini bahwa makanan itu adalah anugrah dari Tuhan.
Karena itulah ketika dia makan dia tidak akan menyisakan walaupun itu hanya
sebutir nasi. Baginya tidaklah benar menyianyiakan anugrah apalagi sampai
membuangnya.
Dalam sistem filsafat Vira Saiva, diuraikan
mengenai keutamaan dari prasadam. Jiwa orang yang mendapat prasadam akan
tercerahkan. Perlahan orang yang sering menikmati prasadam akan mengetahui
bahwa dia sesungguhnya adalah jiwa, bukan badan. Jiwa kemudian akan melakukan
penyerahan diri secara total kepada Tuhan (bhakti). Dan dari bhakti tersebut
jiwa akan mencapai kesatuan yang utuh dengan Tuhan. Pada tahap ini tidak akan
ada lagi perbedaan antara jiwa dan Siwa (Aikyastala).
Untuk mencegah banyaknya limbah yang dihasilkan
dari sisa upacara maka penyederhanaan sesajen sangat diperlukan. Dengan
sederhananya banten maka sisa upakara yang dihasilkan menjadi lebih sedikit.
Selain itu banten yang sederhana umumnya dibuat dalam waktu yang lebih sedikit
sehingga lebih awet dibandingkan banten yang banyak. Dengan demikian sisa
upakaranya masih dapat dinikmati.
Kita dapat mencontoh Meditasi Angka dalam hal ini.
Di Meditasi Angka banten yang
dipergunakan sebagai sarana upakara adalah banten yang relatif sederhana tanpa
mengurangi maknanya. Prasadamnya pun selalu habis dinikmati oleh para peserta
meditasi dan tamu yang datang. Ini disebabkan mereka meyakini bahwa prasadam
itu merupakan anugrah dari Dhunaguru (Tuhan Yang Maha Esa) yang penuh berkah.
Demikian pula dengan abu hasil pembakaran di Akhanda Dhuna (sejenis khunda)
yang dimanfaatkan dengan maksimal sebagai vibhuti. Vibhuti ini tidak pernah
dibuang. Apabila khunda penuh maka
abunya diangkat dan disimpan. Beberapa orang mempergunakan untuk terapi untuk
suatu penyakit, ada yang mempergunakannya sebagai penetralizir sifat-sifat
negatif di lingkungannya, dan beberapa manfaat lainnya. Demikian pula dengan
sisa upakara baik iu yang berupa canang atau sesajen lainnya. Sisa persembahan
itu dipilah antara yang organik dan yang anorganik untuk kemudian diproses lebih
lanjut sehingga ramah lingkungan. Dengan
begitu baik mikroorganisme maupun tumbuhan dapat ikut serta menikmati prasadam
tersebut.
Demikian beberapa pemikiran dalam pengolahan sisa
upakara yang perlu kita perhatikan. Pemikiran-pemikiran tersebut hendaknya kita
dapat amalkan, sehingga konsep Tri Hita Karana yang kita pedomani tidak hanya
sebatas wacana.
Thanks for reading: Prasadam Adalah Anugrah Bukan Sampah, Sorry, my English is bad:)