Hindu adalah
agama yang fleksible dan toleran. Kesan tersebut dapat dilihat dari karakter
umatnya di seluruh dunia. Di berbagai
belahan dunia, umat Hindu mampu hidup berdampingan dengan damai dengan umat
lain. Sedangkan di daerah-derah konflik di tanah air seperti Ambon, Poso, dan
sebagainya umat Hindu tidak hanya mampu hidup berdampingan tetapi juga mampu
sebagai “kakak” dalam menengahi konflik “adik-adiknya”. Bali
sebagai basis Hindu di Indonesia juga terkenal sebagai daerah paling toleran di
tanah air. Hal ini dapat dilihat dari maraknya kegiatan keagamaan dari umat
lain berskala nasional sering dilaksanakan di Bali. Begitu pula halnya ketika
umat Hindu di Bali mengalami rongrongan
dari para misionaris mereka tetap saja diam. Tentunya reaksi dari warga
setempat akan berbeda apabila itu terjadi di tempat lain. Tapi apakah kita akan
tetap diam saja seperti itu?
Kita tidak boleh
diam terus menerus. Kita harus mampu meluruskan pandangan dan tafsir keliru tentang
Hindu. Sebagai agama yang minoritas Hindu kerap kali dilecehkan terutama dengan
hal yang bersinggungan dengan seni. Kita dapat lihat dari film Angling Dharma
yang pernah membelokkan cerita Angling Dharma sehingga Hindu terkesan sebagai
agama yang lebih rendah dari agama tertentu. Begitu pula halnya dengan karya
seni berupa tato dan gambar yang mengambil symbol-simbol sakral Hindu yang
tidak diletakkan pada tempat yang semestinya. Karya seni terakhir yang
dirasakan melecehkan agama Hindu adalah film Drupadi yang diproduseri dan dibintangi
langsung oleh Dian Sastro. Film ini dinilai merendahkan karakter Drupadi dalam
Mahabharata. Film ini secara tidak langsung megagambarkan bahwa kebebasan berekspresi
dan berpendapat sebagai salah satu dampak dari reformasi tampaknya sudah
menjadi sangat kebablasan di negeri ini.
Harus disadari
bahwa ini merupakan plus minus dari fleksibilitas Hindu. Di satu sisi
fleksibilitas Hindu berdampak baik sehingga ajaran-ajarannya dapat disesuaikan
dengan perkembangan jaman dan tempat dimana ajaran Hindu itu tumbuh dan
berkembang. Hindu tidaklah bersifat kaku dimana apa yang terdapat dalam kitab
suci harus mutlak diwujudkan seperti itu. Hindu fleksible, dimana dalam
tatacara dapat disesuaikan dengan tempat, waktu, dan keadaaan. Fleksibilitas
Hindu juga terletak pada adanya kebebasan dalam menafsirkan ajaran-ajaran Hindu
sesuai dengan norma dan tidak menyimpang dari ajaran pokoknya. Kebebasan dalam
menafsirkan kerap kali berdampak negatif dimana ajaran Hindu ajaran-ajaran
Hindu disalahtafsirkan. Tafsir-tafsir yang dikemukakan bertentangan dengan
maksud dari ajaran Hindu yang sebenarnya. Tentunya hal ini akan merusak ajaran agama Hindu pada
khususnya dan citra Hindu pada umumnya.
Kesalahan tafsir
ini tidak hanya terjadi pada orang lain yang menilai Hindu tetapi juga dari
intern Hindu. Salah tafsir dari ekstern Hindu tersebut itulah yang kemungkinan
besar meyebabkan munculnya berbagai karya yang terkesan melecehkan Hindu. Kita
hendaknya bersikap arif dengan tidak hanya menyalahkan pihak-pihak yang salah
tafsir atas kejadian tersebut. Sebagian dari kesalahan tersebut juga terdapat
dalam diri kita sebagai umat Hindu. Kita belum mampu mempelajari ajaran agama
Hindu secara komprehensif sehingga mampu menjelaskan kepada orang lain bagaimana
Hindu yang sesungguhnya. Bahkan dari intern Hindu saja masih terjadi perbedaan
tafsir.
Hal inilah yang
semestinya menjadi perhatian kita
bersama. Kita hendaknya tidak terburu-buru dalam menyatakan sikap terhadap
permasalahan keumatan. Khusus pada kasus-kasus yang berunsur pelecehan terhadap
Hindu, hendaknya kita melakukan koordinasi terlebih dahulu sehingga nantinya
tidak ada statement ganda dari Hindu sendiri. Misalnya dalam kasus lagu Iwan
Fals timbul dua statement. Satu pihak ada yang membenarkan dan pihak yang lain
malah memprotes. Ini akan menjadi hal yang sangat lucu di masyarakat. Hindu
hendaknya mempunyai kesatuan tafsir terhadap ajarannya. Hal ini juga penting
sehingga tidak menimbulkan kebingungan umat. Parisada sebagai lembaga tertinggi
Hindu hendaknya lebih tanggap dalam mengatasi permasalahan seperti ini.
Parisada harus
mampu memberikan kontrol terhadap tafsir akan ajaran-ajaran Hindu. Itihasa dan
Purana yang kerap kali mengalami salah tafsir hendaknya ditelaah kembali
sehinga mampu dicapai kesatuan tafsir dengan berpedoman pada teks-teks sumber.
Kesatuan tafsir tersebut kemudian hendaknya dipublikasikan kepada publik sehingga umat tidak kebingungan lagi terhadap
ajaran Hindu. Dalam perumusan tafsir akan ajaran-ajaran Hindu hendaknya ego
pribadi dikesampingkan terlebih dahulu. Secara intern kita boleh saling
bermusuhan, tetapi ketika kita berbicara tentang Hindu kita adalah satu.
Thanks for reading: Kesatuan Statement dalam Mengatasi Pelecehan Hindu, Sorry, my English is bad:)