Perkembangan
teknologi khususnya di bidang transportasi sangat membantu umat untuk melakukan
perjalanan suci (tirtayatra). Dengan adanya kendaraan bermotor maka masalah
jarak tidak menjadi halangan lagi dalam bertirtayatra . Tirtayatra ke pura-pura
tidak lagi ditempuh dengan jalan kaki seperti dulu. Bahkan untuk sembahyang ke
pura Kahyangan Tiga di desa pun sekarang ini dilakukan dengan memakai sepeda
motor. Tempat tujuan tirtayatra pun meluas, tidak hanya di dalam negeri tetapi
juga ke tempat-tempat suci di luar negeri seperti India, Nepal, dan beberapa
negara lain. Belakangan tirtayatra ke luar negeri ini malah lebih populer di
kalangan umat daripada ke dalam negeri. Hal ini sesungguhnya merupakan kabar
yang menggembirakan, tetapi tirtayatra semacam itu lebih terkesan pamer dan
plesiran. Makna tirtayatra menjadi kabur ketika umat melakukannya dengan
mengabaikan obyek-obyek tirtayatra di dalam negeri yang bahkan belum sempat
dikunjungi.
Sesungguhnya
tirtayatra di dalam negeri tidak kalah berpahala. Banyak pura di dalam negeri
juga mempunyai vibrasi yang luar biasa. Bahkan Shri Shri Ravi Sankar sangat
gemar berkunjung ke Bali karena energi kosmis Bali yang kuat. Demikian pula
dengan Acarya Shri Kishore Goswami, penemu Meditasi Angka yang berhasil
menemukan teknik meditasi ini di Bali. Selain itu masih banyak lagi para
Maharsi jaman dulu yang gemar melakukan tirtayatra di nusantara dan kemudian
membangun tempat-tempat suci. Beliau seolah berpesan bahwa tirtayatra di dalam
negeri amat penting.
Membangun
kecintaan umat untuk bertirtayatra ke pura-pura di dalam negeri sangatlah
penting. Tirtayatra tidak hanya sekedar bertandang ke tempat suci dan
sembahyang, tetapi lebih dari itu tirtayatra dapat membuktikan eksistensi Hindu
di nusantara. Melalui tirtayatra, umat lain dapat melihat bahwa Hindu masih
tetap eksis. Dengan bertirtayatra ke pura-pura di Jawa misalnya, umat lain akan
tahu bahwa Hindu masih ada, tidak hanya di Bali. Secara politik hal ini
diharapkan mampu menggugah kebijakan-kebijakan pemerintah untuk lebih
memperhatikan Hindu. Selama ini Hindu di luar Bali kerap kali terabaikan karena
dianggap “tidak ada”. Sebagai contoh dapat diambil kekurangan tenaga guru agama
di daerah sehingga banyak siswa Hindu tidak mendapat pelajaran agama di
sekolahnya. Diharapkan perhatian pemerintah akan lebih besar kepada umat Hindu
seiring dengan makin bersemangatnya umat dalam bertirtayatra di dalam negeri
sebagai bukti keberadaan Hindu di nusantara.Dengan tirtayatra pula rasa persatuan
antarumat Hindu dapat dipererat sehingga sangat membantu perkembangan Hindu di
nusantara.
Aspek
ekonomi juga hendaknya jangan diabaikan. Tirtayatra secara tidak langsung juga
berperan penting dalam membangun perekonomian warga. Perjalanan suci ke tempat-tempat
suci memerlukan sarana pendukung seperti travel agent, sarana upakara,
penginapan, warung makan, dan sarana pendukung lainnya yang akan berpengaruh
terhadap jehidupan warga sekitar dari aspek ekonomi. Celah ini hendaknya dapat
dibaca oleh umat Hindu untuk berkecimpung di dalamnya. Selama ini umat Hindu
kurang jeli mengambil peluang bisnis dari tirtayatra sehingga hasilnya
kebanyakan dinikmati oleh umat lain. Jasa-jasa penginapan dan warung makan di
areal pura juga bertebaran di sekitar pura namun sebagian besar dikuasai oleh
umat lain. Tentunya akan lebih baik apabila kita yang mengambil alih peluang
bisnis ini. Dengan demikian perekonomian
umat Hindu yang selama ini terbelakang akan dapat diperbaiki dengan kegiatan
tirtayatra ini.
Secara
spiritual tirtayatra merupakan upaya untuk meningkatkan kesucian diri secara
spiritual. Berkunjung dan bersembahyang di tempat-tempat suci yang mempunyai
vibrasi spiritual yang tinggi akan mampu meningkatkan kualitas kesucian diri
secara bertahap. seperti halnya sebatang besi yang pelan-pelan menjadi magnet
karena seringkali dekat, demikian pula jiwa akan semakin tersucikan ketika kita
rajin melakukan tirtayatra dengan tulus. Etika berkunjung ke tempat suci dimana umat diharapkan untuk menjaga kesucian
pikiran, perkataan, dan perilaku hendaknya dapat diemplementasikan dalam
kehidupan sehari-hari. Dengan demikian maka
berprilaku suci akan menjadi suatu kebiasaan. Inilah sesungguhnya tolak
ukur keberhasilan dalam bertirtayatra.
Kecintaan
umat untuk melaksanakan tirtayatra dalam rangka membangun Hindu Nusantara
hendaknya perlu diupayakan. Alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan
melakukan penataan pura dengan baik.
Areal pemukiman dab ekonomi perlu ditempatkan pada tempat yang semestinya
sehingga tidak mengganggu umat
bersembahyang. Pura-pura kita juga cenderung kumuh. Banyak sampah sisa sesajen
berserakan di areal pura. Anjing dan hewan juga dengan mudahnya berkeliaran di
areal pura. Bahkan di beberapa pura ada umat (anak-anak) yang berebut sesari
yang sangat menganggu umat dalam sembahyang. Hal tersebut hendaknya segera
dibenahi dalam upaya untuk menumbuhkan kecintaan umat dalam bertirtayatra di
dalam negeri.
Thanks for reading: Tirtayatra di Dalam Negeri Apa Salahnya?, Sorry, my English is bad:)