Sabtu, 10 Desember 2011

Mempersiapkan Diri Menuju Kematian


Kematian adalah kebenaran yang paling benar di dunia ini. Hanya kematianlah yang benar-benar pasti kebenarannya mengingat semua orang pasti akan mati. Seberapapun hebatnya seseorang maka suatu saat ia pasti akan mati. Bagi sebagian orang kematian adalah misteri paling rahasia dalam hidupnya selain jodoh dan karier. Mungkin karena hal itulah banyak orang menjadi sangat ingin tahu tentang kematian. Hal itulah yang dapat terbaca dari besarnya antusias warga Nyuh Kuning dalam mengikuti Seminar Kematian yang diselenggarakan di Yayasan Taman Hati, Ubud. Bahkan banyak pula peserta yang hadir adalah warga kota Denpasar yang khusus meluangkan waktu untuk mengetahui mengenai rahasia kematian. Hadir sebagai pembicara dalam acara ini yakni dr. Gede Kamajaya, seorang dokter medis yang juga praktisi spiritual yang juga penulis berbagai buku terkait kematian seperti buku Alam Kehidupan Sesudah Mati dan Hukum Evolusi Roh (Brahma Cakra).
Menjawab pertanyaan hadirin dr. Gede Kamajaya menjelaskan bahwa banyak sekali orang yang tidak siap untuk mati. Hal ini disebabkan oleh keterikatan orang tersebut yang terlalu berlebihan terhadap hidup duniawi. Orang terikat dengan kecintaan terhadap keluarga, barang-barang berharga, dan mungkin dengan kekuasaaan yang ia miliki. Selain itu ketakutan akan kematian disebabkan oleh banyak diantara kita yang menganggap kematian adalah akhir dari segalanya. Banyak orang diajari pemahaman yang salah mengenai hal ini. Banyak diantara kita yang dididik bahwa ketika kematian menjemput, maka jiwa akan menghilang dengan suatu cara tertentu. Orang tidak diajari bagaimana proses peralihan itu berlangsung. Padahal manakala seseorang meninggalkan badan fisiknya, ia tidaklah pergi kemana-mana, ia masih tinggal di dunia ini meskipun di dimensi yang berbeda. Memang benar ia sudah tidak dapat kita lihat, tetapi itu tidaklah berarti ia sudah pergi. Ia masih tetap tinggal, hanya saja mata fisik kita tidak mampu melihat badan baru yang ia dipakainya.
Lebih lanjut dr. Gede Kamajaya memaparkan bahwa dalam kehidupan, Tuhan sudah memberi semua fasilitas kehidupan, baik luar dan dalam. Fasilitas luar berupa dunia dengan segala isinya yang dapat dipergunakan manusia. Sedangkan fasilitas dari dalam berbentuk bimbingan kata hati yang selalu menuntun kita untuk senantiasa berbuat baik. Setiap manusia mempunyai kehendak bebas dalam dalam untuk berpikir, berkata, dan berbuat. Setiap pemikiran, perkataan, dan perbuatan membawa konsekwensi sendiri yang harus ditanggung sendiri akibatnya. Untuk itu, sesungguhnya manusia sendirilah yang menentukan nasibnya dengan perilaku yang dilakukannya. Bila ingin bernasib bagus maka hendaknya kita melakukan karma baik, demikian sebaliknya. Demikian pula apabila kita ingin mengubah nasib, maka ubahlah terlebih dahulu perilaku kita. Jauhkan diri dari perbuatan jahat dan pupuklah karma-karma baik sebanyak-banyaknya. Karma positif ini akan menutupi karma negatif itu sehingga seolah sudah lenyap walaupun sesungguhnya ia masih ada. Dalam dunia nyata hal ini bisa dianalogikan seperti tinta di dalam segelas air yang warna hitamnya. Warna hitam tinta akan semakin hilang dan seolah lenyap seiring dengan terus-menerus ditambah dengan air.
Mengingat pentingnya kehidupan yang baik di alam kematian maka persiapan untuk menuju alam itu hendaknya dipersiapkan dengan baik selagi kita masih hidup di dunia ini. Untuk itu, mulai sekarang hendaknya kita mengurangi keterikatan dalam diri.. Keterikatan akan hidup duniawi ini akan menggangu proses perjalanan roh menuju alam rohani. Selama masih ada keterikatan terhadap benda duniawi roh akan sulit melepas badan etheris menuju alam astral. Karena keterikatan tersebut, roh akan meratapi kematiannya karena ia tidak akan pernah rela untuk mati. Selain mengurangi sifat keterikatan, dalam mempersipkan kematian diperlukan pula tabungan karma baik. Untuk itu hendaknya kita senantiasa berbuat baik terhadap sesama. Ingatlah semua perbuatan baik tersebut akan berpengaruh terhadap kehidupan kita nantinya. Selain menentukan alam kematian yang akan kita peroleh, tabungan karma baik juga akan mendukung kelahiran yang lebih baik pada penjelmaan kita mendatang.
Terkahir, sebagai persiapan menuju alam itu hendaknya kita memilih Ista Dewata yang tepat. Ista Dewata ini sungguh sangat penting mengingat keberhasilan spiritual sangat ditentukan oleh Ista Dewata yang tepat dengan Mantra yng tepat pula. Tanpa Ista Dewata yang tepat maka sadhana spiritual yang kita lakukan akan kurang memberikan hasil. Untuk memilih Ista Dewata yang tepat maka diperlukan ilmu Jyotisa yakni ilmu perbintangan dalam Weda yang dapat dipergunakan untuk meramal nasib seseorang termasuk dalam hal pemilihan Ista Dewata. Selain dengan ilmu Jyotisa, dapat pula dilakukan dengan memohon petunjuk dari leluhur. Hal ini dapat dilakukan dengan memuja leluhur secara rutin untuk memohon petunjuknya. Dengan ketulusan hati kita niscaya leluhur akan memberikan petunjuk. Memuja leluhur ini tidaklah salah. Sloka Bhagawadgita Bab IX-25 yang mengatakan bahwa “Para penyembah dewata akan pergi kepada para dewata, para penyembah leluhur akan pergi kepada para leluhur, mereka yang menjalankan laku kurban kepada roh akan pergi kepada persemayamannya roh-roh, dan mereka yang menjalankan kurban suci untuk-Ku akan datang kepada-Ku” tidaklah berarti hal yang salah dalam memuja leluhur. Yang dipersalahkan dalam sloka tersebut adalah mempertuhankan leluhur. Leluhur layak kita puja agar senantiasa berkenan memberikan tuntunan dan perlindungan bagi kehidupan kita di dunia. Kealfaan dalam memuja leluhur sendiri dapat berakibat fatal. Bisa jadi roh leluhur tersebut yang belum sepenuhnya bebas akan menjadi sakit hati apabila tidak diingat atau ditolak. Hal ini disebabkan karena roh-roh yang belum bebas pada umumnya masih mencintai anak cucunya di dunia.
Read More >>

Ternyata Kita Masih Seorang Anak Kecil


Masih ingatkah rekan-rekan dengan kehidupan masa kecil masing-masing? Ternyata masa kecil kita sulit dilupakan karena penuh dengan kenangan. Ada banyak kejadian lucu, sedih, dan menyenangkan yang telah kita lalui. Pengalaman-pengalaman itulah yang telah banyak mengajari kita tentang kehidupan. Mungkin pengalaman-pengalaman berikut ini juga dirasakan oleh teman-teman.
Ketika kecil seringkali kita sangat senang bermain-main lumpur. Seringkali nasehat baik dari orang tua untuk jangan seperti itu kita acuhkan. Bahkan orang tua yang dengan cinta kasihnya membersihkan badan kita dari kotoran-kotoran setelah bermain-main itu kita tidak sukai. Kita sangat senang berkotor-kotor ria. Dimandikanpun kita akan meronta-ronta menangis sedih karenanya.
Pengalaman lain di masa kecil yang juga mungkin dirasakan teman-teman adalah susahnya diberi makan dan minum. Makanan dan minuman yang bergizi kita tolak karena terkadang memang rasanya tidak menyenangkan. Kita lebih suka dengan cokelat dan permen yang cenderung kurang baik untuk kesehatan dan pertumbuhan.
Sifat cengeng adalah sisi lain dari masa kecil kita. Sedikit mendapat masalah kita langsung menangis. Selain itu, di saat kita kecil kita suka berbuat dengan sesuka hati. Kitapun sering bertindak nakal dan jahil terhadap orang lain. Kita akan sangat senang apabila berhasil membuat orang lain celaka.Ketika kita kecil kita tidak bisa pula membedakan benar-salah.
> Sekarang ini, kita mungkin telah berumur, 20,30,40, ataupun 50an tahun. Kita mungkin sudah mempunyai berpuluh-puluh anak cucu. Rambut kitapun sudah memutih. Tapi apakah sifat-sifat itu sudah hilang? Ternyata belum teman-teman. Kita masih saja seperti anak kecil. Di dalam kebodohan kita, kita masih sangat menikmati berguling-guling dalam lumpur hidup duniawi. Lumpur yang sesungguhnya kotor kita anggap sebagai emas yang berharga. Nasehat dari Guru yang menyarankan agar jangan tenggelam dalam kegidupan seperti itu seringkali kita acuhkan karena kita sangat menikmati hal tersebut. Bahkan Guru yang berusaha membersihkan lumpur tersebut kita anggap musuh karena kita tidak senang akan hal tersebut. Meditasi yang mampu membersihkan lumpur juga malas untuk kita lakukan. Demikian melekat hidup duniawi dalam benak kita.
Demikian pula halnya dalam hal makan. Makanan yang bersih, sehat, dan suci yang disarankan Guru terkadang kita abaikan. Kita masih larut dalam memuaskan lidah yang manja akan gemerlap rasa. Bahkan makanan yang sesungguhnya tidak baik untuk dimakan malah lebih tertarik untuk kita nikmati. Makanan untuk Sang Diri pun kita seringkali lupakan. Kehidupan rohani yang demikian jauh dari hidup kita membuat rohani kita semakin kurus dan kering
Bahkan di usia kita yang sudah uzur pun ternyata kita masih saja cengeng. Masih saja kita menangisi hal-hal yang sesungguhnya tidak perlu. Dalam ketidaktahuan, kita menangisi hal-hal yang seharusnya seharusnya tidak boleh membuat kita sedih. Kecenderungan untuk berbuat sesuka hatipun masih kita miliki. Yang ada di benak kita hanyalah kesenangan pribadi. Dengan senang hati kita terkadang bergembira di atas penderitaan orang lain. Hal yang baik dan benar semakin kita abaikan. Bahkan kalaupun kita tahu itu salah, kita tetap tidak kuasa untuk tidak melakukannya. Control diri kita masih sangat lemah seperti halnya seorang anak kecil yang baru lahir.
Mari kita renungkan kembali seberapa dewasa diri kita?
Read More >>