Hari Raya Saraswati di Indonesia secara umum dimaknai sebagai hari
turunnya ilmu pengetahuan. Beberapa kalangan memaknai Saraswati sebagai
hari Saraswati juga dimaknai sebagai hari penyucian diri. Penyucian diri
ini dilakukan dengan membaca dan merenungkan ajaran-ajaran suci semalam
suntuk. Tapa, Brata, Yoga, dan Samadhi juga dilakukan untuk
meningkatkan kesucian diri pada hari ini.
Setelah selesai melaksanakan Hari Raya Saraswati, keesokan
harinya yaitu pada Redite Paing wuku Sinta umat Hindu menyambut hari
Banyupinaruh. Secara etimologi Banyupinaruh berasal dari kata banyu
yang berarti air dan pinaruh (pinaweruh) yang berarti pengetahuan. Jadi
dapat disimpulkan bahwa banyu pinaruh mengandung arti “air yang
menyebabkan seseorang menjadi tahu tentang sesuatu”. Umat Hindu
menyambut hari Banyupinaruh itu dengan melaksanakan penyucian diri
dengan cara mandi atau membasuh muka sebagai symbol pembersihan diri.
Hal itu dilakukan pada tempat-tempat sumber mata air, pantai, danau dan
sebagainya. Selain itu umat Hindu juga memohon tirtha atau air suci
Banyupinaruh sebagai simbol telah meminum ilmu pengetahuan.
Sumber-sumber sastra yang menguraikan tentang pentingnya
penyucian diri dengan melakukan mandi suci banyak sekali jumlahnya.
Dalam Manawa Dharma Sastra V.109 dinyatakan bahwa:
adbhir gatrani suddyanti
manah satyena suddhyati,
vidyatapobhyam bhutatma
buddhir jnanena suddhyati.
Artinya:
Tubuh dibersihkan dengan air, pikiran disucikan dengan kebenaran,
jiwa manusia dengan pelajaran suci dan tapa brata, kecerdasan dengan
pengetahuan yang benar (2002:222)
Dalam lontar Wratisasana juga dijelaskan mengenai
bermacam-macam sarana penyucian diri. dijelaskan bahwa ada enam sarana
penyucian diri yang disebut dengan Sat Snana. Keenam sarana penyucian
diri tersebut yaitu: Agneya, Warun, Brahmya, Wayawya, Manasa, Prtiwi,
dan Widya. Berikut penjelasan lebih lanjut mengenai Sat Snana dalam
lontar Wratisasana.
Agneya nga , stana makalaksanam bhasma, kunang ikang waruna, masilem
ing wai laksananya. Brahmya nga, snana malaksanam mantra. Kunang ikang
wayawya nga. Snana makalaksanam sumilemaken sarira tekeng uttamangga,
makanimitta welekning lembu, saking suku ning lembu, anginerek ing lemah
pawitra
Wratisasana 17
Artinya:
Agneya ialah penyucian dengan sarana abu suci, adapun waruna adalah
(penyucian) dengan cara menyelam ke dalam air. Brahmya adalah penyucian
dengan sarana mantra. Adapun wayawya adalah penyucian dengan sarana
dengan membenamkan diri dalam air sampai kepala, karena kena pusaran
debu, dari kaki sapi, yang sihalau di tanah yang suci.
Kunang ikang manasa snana, makalaksnam japa mantra, ri sedeng ing
masa trisandhyopasana, kunang ikang prtivi snana, makanimitta kaharasan
ing lemah ning punya tirtha. Nahan ta lwir sat snana, upalaksanakna de
sang wiku. Wratisasana 18
Artinya
Adapun manasa adalah penyucian dengan sarana japa mantra, pada waktu
melaksanakan puja trisandhya, adapun penyucian tanah ialah berdasarkan
atas mencium tanah di tempat permandian yang suci. Demikianlah sat
snana, enam penyucian, dicontohkan oleh sang wiku.
Ka. Hana ta sira waneh tan pasnana, ndan sang hyang widya juga pinaka
snananira, makanimitta kapawitra ning haji katama de nira, telas
pratistheng hredayakamala. Muwah sawaneh, hana sira makasnana niyama
brata, ika ta sang wiku tan pasnana. Ndan ikang bhasma juga wisesa ning
snana kabeh
Wratisasana 19
Artinya:
Ada lagi tanpa penyucian, hanya ilmu pengetahuan saja, yang dijadikan
penyucian, berdasarkan atas kesucian pengetahuan yang dikuasainya, yang
telah mantap berada dalam hatinya. Dan yang lain, ada yang menjadikan
niyama brata sebagai penyucian. Dan bhasma saja yang utama dari segala
penyucian.
Kitab Wratisasana juga banyak menguraikan mengenai
pentingnya melalukan penyucian diri, terutama bagi mereka yang menjadi
seorang wiku. Dalam lontar tersebut banyak diuraikan mengenai
ajaran-ajaran penyucian diri. Berikut kutipan ajaran penyucian diri
dalam lontar Wratisasana.
Sauca nga. Nitya masuci laksana, agelem adyus, nitya mahyas, agelem
asurayya sewana, m abhasma, macandana, saha we waseh siwambha, mantra
sauca Om SA BA TA A I
Wratisasana 31
Artinya:
Sauca artinya selalu menyucikan diri, senang mandi selalu berhias,
tidak jemu-jemunya memuja Bhatara Surya, memakai bhasma candana, dan
air pembasuh yaitu air suci Siwa. Mantra penyucian OM SA BA TA A I
Sauca nga acamana bhasma snanadi
Wratisasana 22
Artinya
Sauca artinya membersihkan diri dengan bhasma, mandi dan sebagainya.
Sauca nga. Nityasuci acamana
Wratisasana 23
Artinya
Sauca artinya selalu bersuci membersihkan diri
Pentingnya melakukan mandi suci juga dijelaskan dalam Geguritan
Japatuan. Geguritan Japatuan melukiskan perjalanan I Japatuan menuju
Indra loka, menyusul kepergian istrinya Yang bernama Ratnaningrat.
Sepanjang perjalanannya berbagai rintangan yang dialaminya seperti
berjumpa dengan buaya, harimau dan raksasa yang menghalangi dirinya
untuk mencari istrinya yang ia sayangi di sorga. Dengan bekal i1mu
kediatmikan (pendalaman ajaran agama) I Japatuan dapat mengatasi semua
rintangan itu.
Pada kutipan lain yang bersifat religius ada disebutkan :
“Cai enu mawak dunia,
muwah cuta keto cai,
jalan menuju ke pancakatirta kelesang,
letehe jani,
pangde cai enu daki,
beli ngateh cai mamanjus,
I Japatuan angucap inggih titiyang,
Ngiring beli,
tur memarga,
ndatan edoh I Gagakturas,
Arti bebasnya :
Kamu masih kotor, badanmu cuntaka, agar mandi lebih dahulu di
pancakatirta, tinggalkan kotoran itu sekarang, supaya jangan kamu masih
kotor, aku menghantarkan kau mandi, Ki Japatuan menjawab, ya aku
menuruti kau mandi, lalu berjalan, Ki Gagakturas ikut bersama (Mupu,
1987 : 138).
Dari kutipan di atas dapat dijelaskan bahwa Pancakatirta adalah suatu
permandian suci, milik dewata yang artinya berwarna lima (5) macam
warna, sesuai dengan dewa yang memiliki.Dari kutipan cerita tersebut
dapat disimpulkan bahwa untuk melakukan kegiatan-kegiatan suci hendaknya
membersihkan diri terlebih dahulu. Ketika badan kita masih kotor maka
sesungguhnya tidak pantas untuk melakukan kegiatan-kegiatan suci.
nilai-nilai kesucian akan sulit masuk ke dalam diri kita karena badan
fisik kita belum siap menerimanya.
Adalah menarik membahas mengenai ditetapkannya hari
Banyupinaruh pada Redite Paing Sinta. Berikut penjelasan lontar Wariga
Krimping yang banyak menguraikan tentang baik tidaknya suatu hari untuk
suatu aktivitas.
Ra.BU. Dora, Tungleh, Dangu, Menga, Basah–gede, Sri Tumpuk; Mreta
Punja, nga. Turun Hyang Brahma, ngawe pawon ayu, ai, sukasada, tan
pahuma, katiban carik, ngawe pedang ayu; Sri Tumpuk, mapikat paksi sami
ayu, mwah mangalahang sarwa mandi mwah sarwa memanes, sami ayu, Kala
Gotongan nga. Aja angulang wangke, doyan enggal ada nutug mati miwah
kataton alanya; Ingkel Mina Sadina, ngawe sawu, anco, bubu, pencar, sami
ayu, muani I, bancih 2, Ratu mendem Rare nga. Nandur sarwa buku, sarwa
bungkahm kasela, ubi, sami ayu, watek sri, kumba rasinya
Artinya:
Redite, Buda, Dora, Tungleh, Dangu, Menga, Basah Gede, Sri Tumpuk,
Mreta Punja namanya, turun Hyang Brahma, baik untuk membuat dapur, timur
laut, senang selalu, tan pahuma, katibanan carik, baik untuk membuat
pedang. Sri Tumpuk baik untuk berpikat burungdan mengalahkan segala yang
manjur serta segala yang menyebabkan sakit, semuanya baik, Kala
Gotongan, jangan membakar jenah, mengubur jenasah, karena doyan akan
segera ada yang mengikuti mati serta terluka, itu ketidakbaikannya.
Ingkel Mina Sadina, membuat sawu, anco, lukah, jala, semuanya baik.
Laki-laki1, banci 2, Ratu mendem rare namanya, baik untuk menanam yang
berbuku, segala yang berumbi, ketela ubi, Watek Sri, rasinya Kumba
Dari kutipan lontar tersebut dapat diketahui bahwa Dewa
Brahma menjadi dewa utama pada hari tersebut. dalam tradisi umat Hindu
di Bali, Dewa Brahma adalah dewa yang memberikan penyucian diri. hal
yang sama juga dilakukan ketika seseorang baru datang dari kuburan
setelah melakukan upacara Pitra Yajna. Ketika seseorang tidak mendapat
tirta untuk penyucian diri, maka orang akan menyucikan diri di dapur,
memohon panglukatan kepada Dewa Brahma. Selain itu, filosofi peringatan
Banyupinaruh juga sangat menarik untuk dicermati. Banyupinaruh merupakan
hari pertama dalam sistem hari kalender umat Hindu di BAli. Tetua kita
ingin sesungguhnya ingin berpesan bahwa segala kegiatan dan hari-hari
hendaknya diawali dengan melakukan penyucian diri.