Jumat, 16 Desember 2011

Tirtayatra di Dalam Negeri Apa Salahnya?




            Perkembangan teknologi khususnya di bidang transportasi sangat membantu umat untuk melakukan perjalanan suci (tirtayatra). Dengan adanya kendaraan bermotor maka masalah jarak tidak menjadi halangan lagi dalam bertirtayatra . Tirtayatra ke pura-pura tidak lagi ditempuh dengan jalan kaki seperti dulu. Bahkan untuk sembahyang ke pura Kahyangan Tiga di desa pun sekarang ini dilakukan dengan memakai sepeda motor. Tempat tujuan tirtayatra pun meluas, tidak hanya di dalam negeri tetapi juga ke tempat-tempat suci di luar negeri seperti India, Nepal, dan beberapa negara lain. Belakangan tirtayatra ke luar negeri ini malah lebih populer di kalangan umat daripada ke dalam negeri. Hal ini sesungguhnya merupakan kabar yang menggembirakan, tetapi tirtayatra semacam itu lebih terkesan pamer dan plesiran. Makna tirtayatra menjadi kabur ketika umat melakukannya dengan mengabaikan obyek-obyek tirtayatra di dalam negeri yang bahkan belum sempat dikunjungi.
            Sesungguhnya tirtayatra di dalam negeri tidak kalah berpahala. Banyak pura di dalam negeri juga mempunyai vibrasi yang luar biasa. Bahkan Shri Shri Ravi Sankar sangat gemar berkunjung ke Bali karena energi kosmis Bali yang kuat. Demikian pula dengan Acarya Shri Kishore Goswami, penemu Meditasi Angka yang berhasil menemukan teknik meditasi ini di Bali. Selain itu masih banyak lagi para Maharsi jaman dulu yang gemar melakukan tirtayatra di nusantara dan kemudian membangun tempat-tempat suci. Beliau seolah berpesan bahwa tirtayatra di dalam negeri amat penting.
            Membangun kecintaan umat untuk bertirtayatra ke pura-pura di dalam negeri sangatlah penting. Tirtayatra tidak hanya sekedar bertandang ke tempat suci dan sembahyang, tetapi lebih dari itu tirtayatra dapat membuktikan eksistensi Hindu di nusantara. Melalui tirtayatra, umat lain dapat melihat bahwa Hindu masih tetap eksis. Dengan bertirtayatra ke pura-pura di Jawa misalnya, umat lain akan tahu bahwa Hindu masih ada, tidak hanya di Bali. Secara politik hal ini diharapkan mampu menggugah kebijakan-kebijakan pemerintah untuk lebih memperhatikan Hindu. Selama ini Hindu di luar Bali kerap kali terabaikan karena dianggap “tidak ada”. Sebagai contoh dapat diambil kekurangan tenaga guru agama di daerah sehingga banyak siswa Hindu tidak mendapat pelajaran agama di sekolahnya. Diharapkan perhatian pemerintah akan lebih besar kepada umat Hindu seiring dengan makin bersemangatnya umat dalam bertirtayatra di dalam negeri sebagai bukti keberadaan Hindu di nusantara.Dengan tirtayatra pula rasa persatuan antarumat Hindu dapat dipererat sehingga sangat membantu perkembangan Hindu di nusantara.
            Aspek ekonomi juga hendaknya jangan diabaikan. Tirtayatra secara tidak langsung juga berperan penting dalam membangun perekonomian warga. Perjalanan suci ke tempat-tempat suci memerlukan sarana pendukung seperti travel agent, sarana upakara, penginapan, warung makan, dan sarana pendukung lainnya yang akan berpengaruh terhadap jehidupan warga sekitar dari aspek ekonomi. Celah ini hendaknya dapat dibaca oleh umat Hindu untuk berkecimpung di dalamnya. Selama ini umat Hindu kurang jeli mengambil peluang bisnis dari tirtayatra sehingga hasilnya kebanyakan dinikmati oleh umat lain. Jasa-jasa penginapan dan warung makan di areal pura juga bertebaran di sekitar pura namun sebagian besar dikuasai oleh umat lain. Tentunya akan lebih baik apabila kita yang mengambil alih peluang bisnis ini.  Dengan demikian perekonomian umat Hindu yang selama ini terbelakang akan dapat diperbaiki dengan kegiatan tirtayatra ini.
            Secara spiritual tirtayatra merupakan upaya untuk meningkatkan kesucian diri secara spiritual. Berkunjung dan bersembahyang di tempat-tempat suci yang mempunyai vibrasi spiritual yang tinggi akan mampu meningkatkan kualitas kesucian diri secara bertahap. seperti halnya sebatang besi yang pelan-pelan menjadi magnet karena seringkali dekat, demikian pula jiwa akan semakin tersucikan ketika kita rajin melakukan tirtayatra dengan tulus. Etika berkunjung ke tempat suci  dimana umat diharapkan untuk menjaga kesucian pikiran, perkataan, dan perilaku hendaknya dapat diemplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian maka  berprilaku suci akan menjadi suatu kebiasaan. Inilah sesungguhnya tolak ukur keberhasilan dalam bertirtayatra.
            Kecintaan umat untuk melaksanakan tirtayatra dalam rangka membangun Hindu Nusantara hendaknya perlu diupayakan. Alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan  penataan pura dengan baik. Areal pemukiman dab ekonomi perlu ditempatkan pada tempat yang semestinya sehingga  tidak mengganggu umat bersembahyang. Pura-pura kita juga cenderung kumuh. Banyak sampah sisa sesajen berserakan di areal pura. Anjing dan hewan juga dengan mudahnya berkeliaran di areal pura. Bahkan di beberapa pura ada umat (anak-anak) yang berebut sesari yang sangat menganggu umat dalam sembahyang. Hal tersebut hendaknya segera dibenahi dalam upaya untuk menumbuhkan kecintaan umat dalam bertirtayatra di dalam negeri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar