Minggu, 18 Desember 2011

Strategi Pembelajaran Agama Hindu Melalui Media Teknologi Informasi Komunikasi




Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dewasa ini sangatlah cepat. Hal ini dapat kita lihat dari makin berkembangnya perangkat computer beserta softwarenya,  membanjirnya warnet-warnet di perkotaan, dan makin banyaknya pengguna handphone yang  disertai dengan makin murahnya tarifnya. Tentunya hal tersebut tidak terlepas dari kebutuhan masyarakat akan teknologi ini sehingga seperti sudah menjadi kebutuhan yang tidak dapat ditoleransi lagi. Dengan TIK mereka dapat memperoleh informasi secara  cepat dan murah.
Dunia pendidikan hendaknya melirik penggunaan TIK dalam upaya pengembangannya. TIK sangat diperlukan dalam membangun pendidikan yang berkualitas. Hal tersebut misalnya dengan menggunakan TIK sebagai media pembelajaran. Disamping itu dapat pula dipergunakan sebagai media memperoleh pengetahuan melalui internet. Dengan TIK, para murid tentunya akan lebih mudah memperoleh informasi dari internet daripada mencari-cari bahan pelajaran lewat buku di perpustakaan. Demikian pula guru, ia akan lebih gampang dalam memperoleh bahan ajar yang diperlukan.
Begitu pula halnya dengan system pembelajaran agama Hindu. Selama ini, pelajaran agama Hindu cenderung dinomorduakan oleh para murid. Akibatnya sudah dapat kita lihat sekarang ini. Orang Hindu tidak mengerti akan ajaran agamanya sendiri, dan lebih jauh lagi mereka mempunyai moral yang bobrok. Untuk itu diperlukan berbagai upaya untuk menarik minat para generasi muda Hindu yang salah satunya melalui media TIK. Diharapkan dengan integrasi TIK ke dalam system pendidikan Hindu sebagai media pembelajaran, minat generasi muda Hindu terhadap pelajaran agama dapat ditingkatkan. Dengan demikian diharapkan system pelajaran agama Hindu dapat melahirkan generasi muda Hindu yang berkualitas baik dari segi pengetahuan agama maupun moral yang baik.
             Dalam proses pengajaran seorang guru dapat menggunakan TIK sebagai media dengan menyajikan materi pelajaran melalui penggunaan komputer disertai LCD projector. Dalam penyajiannya seorang guru hendaknya membuat slide show yang menarik, misalnya dengan menyelipkan gambar-gambar dan suara yang menarik. Dapat pula seorang guru dapat memutar sebuah film tertentu yang mendukung materi pelajaran. Misalnya dalam menjelaskan cerita Ramayana dan Mahabharata dengan memutar film tersebut. Hal ini merupakan inovasi yang hendaknya dipikirkan mengingat selama ini para siswa cenderung mengantuk apabila gurunya sendiri yang bercerita cerita Itihasa tersebut.
            Penggunaan media ini disamping mampu menarik minat belajar anak, juga mampu meningkatkan daya tangkap anak terhadap  materi yang diberikan. Selama ini materi pelajaran agama hanya disajikan melalui ceramah di depan kelas yang terkadang  kurang dimengerti dan membosankan. Melalui media TIK ini, maka siswa akan mampu menyerap pelajaran yang diberikan karena siswa tidak hanya menangkap pelajaran melalui suara dari guru, tetapi sekaligus gambaran ilutrasi yang dapat dilihat langsung melalui gambar atau video yang ditayangkan. Inilah kelebihan media TIK yang mampu menjadi media audio visual.
Selain melalui media, TIK juga mampu membantu seorang guru atau siswa dalam mencari bahan pelajaran. Hal ini sangatlah membantu mengingat masih terbatasnya buku-buku Hindu di pasaran, yang terkadang juga tidak dapat dijangkau oleh para siswa. Melalui internet, seorang guru atau siswa dapat memperoleh informasi tersebut dengan mudah dan murah. Beberapa situs dalam negeri seperti halnya situs Parisada bahkan menyediakan pustaka Weda beserta susastranya yang dapat didownload secara gratis. Situs-situs dari luar negeri bahkan menyediakan informasi yang lebih banyak, hanya saja umumnya kita masih mengalami kendala dalam masalah bahasa.
            Namun demikian ada beberapa kendala dalam penerapannya. Penggunaan media ini masih terkendala sarana dan prasarana terutama bagi guru-guru di pelosok pedesaan. Disamping itu SDM guru umumnya belum memahamahi TIK. Mudah-mudahan dengan adanya komitmen dari pemerintah untuk memajukan pendidikan, maka kendala sarana dan prasarana tersebut dapat segera teratasi. Pemerintah juga hendaknya melatih para guru agar mengenal TIK sehingga mereka dapat mengajar dengan lebih baik.
            Ke depannya diharapkan Parisada mampu memberikan informasi secara lebih maksimal kepada umat melalui tambahan pustaka-pustaka yang lain ke dalam situsnya. Parisada juga hendaknya mampu memberikan informasi-informasi keutamaan secara yang actual di situsnya Dharma Wacana, tanya jawab seputar Hindu, dan artikel-artikel hendaknya ditingkatkan. Demikian pula dengan situs-situs Hindu yang dibuat oleh lembaga atau organisasi Hindu yang lain juga hendaknya ikut serta berperan aktif dalam mencerdaskan umat.
            Mengingat belum semua umat paham akan internet dan juga belum meratanya  layanan internet tersebut di daerah-darah, Parisada juga hendaknya membuat layanan sms (short message service) yang lebih familiar untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan umat. Kita dapat belajar dari umat Muslim yang sangat jeli memahami hal ini. Semoga di masa mendatang pemahaman umat akan ajaran Hindu dapat ditingkatkan
Read More >>

Konflik Beragama: Perlukah Indonesia Menjadi Negara Sekuler?




Hari Lahir  Pancasila tahun ini harus dikenang dengan pahit. Betapa tidak hari  dimana Pancasila lahir malah ternoda oleh perilaku kekerasan yang dilakukan oleh Front Pembela Islam (FPI) kepada Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan(AKKBB) yang melakukan aksi damai di silang Monas. FPI mengklaim AKKBB melakukan tindakan penghinaan terhadap organisasinya. Secara khusus penyebab insiden ini yaitu FPI menuding AKKBB menginginkan kebebasan berkeyakinan bagi masyarakat Indonesia khususnya bagi Ahmadiyah, sebuah aliran baru dari agama Islam yang mempunyai ajaran tersendiri.FPI menuding AKKBB pro-Ahmadiyah yang   dianggapnya sesat dan menodai ajaran Islam.
Aksi tersebut mendapat kecaman dari berbagai element bangsa bahkan dari umat Islam sendiri. Masyarakat menuntut agar FPI segera dibubarkan.Di daerah-daerah bahkan dilakukan tindakan sweeping terhadap anggota FPI. Kalau kita cerdas berpikir maka tentunya kita akan bertanya-tanya tidakkah ada kebebasan dalam hidup beragama sampai sebuah keyakinan seperti Ahmadiyah harus dilarang? Tidakkah pemerintah malah melakukan pelanggaran HAM berat dengan melarang seseorang menganut keyakinan tertentu yang notabene merupakan hak asasi yang paling hakiki?
Mungkin masih segar dalam ingatan kita  semua akan aksi pro kontra terhadap pornoaksi dan pornografi beberapa tahun yang lalu. Inilah salah satu bentuk  intoleransi terhadap keyakinan orang lain. Suatu kelompok memaksakan pemahamannya terhadap pornoaksi dan pornografi dari sudut pandangnya sendiri tanpa melihat orang lain mempunyai pemahaman yang berbeda tentang hal tersebut. Pemerintah juga dituntut untuk segera mengesahkan RUU APP itu menjadi UU. Kalau itu terjadi tidakkah pemerintah membatasi warganya dalam berkeyakinan? Adanya pihak yang pro dan kontra tidak jarang menimbulkan aksi anarkis terhadap kelompok lainnya. Hal tersebut terkadang membuat kita bertanya-tanya kembali :mengapa agama malah menjadi sumber konflik?  Kalau demikian tidakkah sebaiknya Indonesia menjadi negara sekuler saja?
Pancasila sebagai idiologi bangsa sebenarnya sudah mengamanatkan hal ini. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa tidaklah berarti Indonesia tidak boleh menjadi negara sekuler. Sila  pertama Pancasila tersebut mengisyaratkan kepada kita agar menghormati keyakinan agama lain.. Tetapi dengan sistem pemerintahan sekarang ini, sangatlah sulit dalam membentuk toleransi antarwarga. Kendali pemerintahan ternyata tidak adil dimana orang-orang pemerintahan kebanyakan diisi oleh orang dari agama mayoritas. Hal ini berakibat kebijakan pemerintah menjadi berat sebelah. Kelompok minoritas kerap kali terpinggirkan sedangkan kelompok mayoritas semakin berani bertindak sewenang-wenang. Pemerintah juga menjadi tidak tegas dalam menindak aksi-aksi kekerasan yang dilakukan oleh kelompok mayoritas.Contoh nyatanya dapat kita lihat dari perusakan Pura Sangkarehyang beberapa waktu lalu. Pemerintah terkesan lambat dan yang lebih memprihatinkan media juga seperti membisu melihat aksi ini.
Pembentukan negara sekuler juga mampu meningkatkan efisiensi pemerintah. Pemerintah tidak perlu lagi membentuk Departemen Agama. Bayangkan berapa rupiah yang dapat dihemat dari hal ini. Beberapa tahun yang lalu bahkan ada indikasi bahwa Departemen Agama  adalah departemen terkorup di negeri ini. Alangkah bagusnya dana keagaamaan yang besar seperti itu dapat dialokasikan kepada sektor pendidikan. Dana itu akan mampu membantu pembenahan pendidikan di negeri ini yang buruk. Melalui pendidikan ini juga dapat dilakukan pembenahan terhadap mentalitas generasi muda dengan menekankan pentingnya toleransi dalam kehidupan. Hal ini dapat dilakukan melalui pelajaran tertentu misalnya saja pendidikan Pancasila seperti yang sudah ada.
Kita dapat belajar dari India yang notabene merupakan negara sekuler. Di sana warganya bebas beribadat sesuai dengan keyakinannya. Tidak ada yang akan mempermasalahkan kalau seorang yogi disana melakukan ritual dengan telanjang. Dan kita lihat konflik di India tidaklah separah di negeri ini. Yang lebih penting lagi pendidikan mereka  berkembang dengan baik dimana outputnya diakui secara internasional.
Dengan benruk negara sekuler, maka pemerintah tidak akan saling lempar tangung jawab terhadap permasalahan keumatan. Dalam kasus  FPI saja pemerintah juga kebingungan dalam menentukan sikap terhadap FPI apakah yang berwenang Kementrian Hukum dan HAM atau dari Kementrian Dalam Negeri. Kepolisisan juga menjadi takut mengambil tindakan yang tegas. Dengan bentuk negara sekuler maka kepolisian  dapat bertindak lebih tegas karena masalah keamanan akan sepenuhnya menjadi tanggung jawabnya.
Tentunya opsi ini adalah opsi terakhir yang harus dikaji kembali. Jika negara masih gagal dalam menjamin kebebasan rakyatnya dalam beribadat sesuai dengan ajaran agamanya dan tidak mampu membentuk  toleransi beragama antarwarganya maka opsi ini hendakya dapat dipikirkan untuk diterapkan. Hidup berbangsa yang multikultur dengan rukun tanpa adanya toleransi adalah hal yang mustahil. Ini hanya akan menyuburkan konflik antarwarga dan bahkan akan mengancam persatuan bangsa
Read More >>

Kesatuan Statement dalam Mengatasi Pelecehan Hindu




Hindu adalah agama yang fleksible dan toleran. Kesan tersebut dapat dilihat dari karakter umatnya di seluruh dunia.  Di berbagai belahan dunia, umat Hindu mampu hidup berdampingan dengan damai dengan umat lain. Sedangkan di daerah-derah konflik di tanah air seperti Ambon, Poso, dan sebagainya umat Hindu tidak hanya mampu hidup berdampingan tetapi juga mampu sebagai “kakak” dalam menengahi konflik “adik-adiknya”. Bali sebagai basis Hindu di Indonesia juga  terkenal sebagai daerah paling toleran di tanah air. Hal ini dapat dilihat dari maraknya kegiatan keagamaan dari umat lain berskala nasional sering dilaksanakan di Bali. Begitu pula halnya ketika umat  Hindu di Bali mengalami rongrongan dari para misionaris mereka tetap saja diam. Tentunya reaksi dari warga setempat akan berbeda apabila itu terjadi di tempat lain. Tapi apakah kita akan tetap diam saja seperti itu?
Kita tidak boleh diam terus menerus. Kita harus mampu meluruskan pandangan dan tafsir keliru tentang Hindu. Sebagai agama yang minoritas Hindu kerap kali dilecehkan terutama dengan hal yang bersinggungan dengan seni. Kita dapat lihat dari film Angling Dharma yang pernah membelokkan cerita Angling Dharma sehingga Hindu terkesan sebagai agama yang lebih rendah dari agama tertentu. Begitu pula halnya dengan karya seni berupa tato dan gambar yang mengambil symbol-simbol sakral Hindu yang tidak diletakkan pada tempat yang semestinya. Karya seni terakhir yang dirasakan melecehkan agama Hindu adalah film Drupadi yang diproduseri dan dibintangi langsung oleh Dian Sastro. Film ini dinilai merendahkan karakter Drupadi dalam Mahabharata. Film ini secara tidak langsung megagambarkan bahwa kebebasan berekspresi dan berpendapat sebagai salah satu dampak dari reformasi tampaknya sudah menjadi sangat kebablasan di negeri ini.
Harus disadari bahwa ini merupakan plus minus dari fleksibilitas Hindu. Di satu sisi fleksibilitas Hindu berdampak baik sehingga ajaran-ajarannya dapat disesuaikan dengan perkembangan jaman dan tempat dimana ajaran Hindu itu tumbuh dan berkembang. Hindu tidaklah bersifat kaku dimana apa yang terdapat dalam kitab suci harus mutlak diwujudkan seperti itu. Hindu fleksible, dimana dalam tatacara dapat disesuaikan dengan tempat, waktu, dan keadaaan. Fleksibilitas Hindu juga terletak pada adanya kebebasan dalam menafsirkan ajaran-ajaran Hindu sesuai dengan norma dan tidak menyimpang dari ajaran pokoknya. Kebebasan dalam menafsirkan kerap kali berdampak negatif dimana ajaran Hindu ajaran-ajaran Hindu disalahtafsirkan. Tafsir-tafsir yang dikemukakan bertentangan dengan maksud dari ajaran Hindu yang sebenarnya. Tentunya hal ini  akan merusak ajaran agama Hindu pada khususnya dan citra Hindu pada umumnya.
Kesalahan tafsir ini tidak hanya terjadi pada orang lain yang menilai Hindu tetapi juga dari intern Hindu. Salah tafsir dari ekstern Hindu tersebut itulah yang kemungkinan besar meyebabkan munculnya berbagai karya yang terkesan melecehkan Hindu. Kita hendaknya bersikap arif dengan tidak hanya menyalahkan pihak-pihak yang salah tafsir atas kejadian tersebut. Sebagian dari kesalahan tersebut juga terdapat dalam diri kita sebagai umat Hindu. Kita belum mampu mempelajari ajaran agama Hindu secara komprehensif sehingga mampu menjelaskan kepada orang lain bagaimana Hindu yang sesungguhnya. Bahkan dari intern Hindu saja masih terjadi perbedaan tafsir.
Hal inilah yang semestinya menjadi perhatian  kita bersama. Kita hendaknya tidak terburu-buru dalam menyatakan sikap terhadap permasalahan keumatan. Khusus pada kasus-kasus yang berunsur pelecehan terhadap Hindu, hendaknya kita melakukan koordinasi terlebih dahulu sehingga nantinya tidak ada statement ganda dari Hindu sendiri. Misalnya dalam kasus lagu Iwan Fals timbul dua statement. Satu pihak ada yang membenarkan dan pihak yang lain malah memprotes. Ini akan menjadi hal yang sangat lucu di masyarakat. Hindu hendaknya mempunyai kesatuan tafsir terhadap ajarannya. Hal ini juga penting sehingga tidak menimbulkan kebingungan umat. Parisada sebagai lembaga tertinggi Hindu hendaknya lebih tanggap dalam mengatasi permasalahan seperti ini.
Parisada harus mampu memberikan kontrol terhadap tafsir akan ajaran-ajaran Hindu. Itihasa dan Purana yang kerap kali mengalami salah tafsir hendaknya ditelaah kembali sehinga mampu dicapai kesatuan tafsir dengan berpedoman pada teks-teks sumber. Kesatuan tafsir tersebut kemudian hendaknya dipublikasikan kepada publik  sehingga umat tidak kebingungan lagi terhadap ajaran Hindu. Dalam perumusan tafsir akan ajaran-ajaran Hindu hendaknya ego pribadi dikesampingkan terlebih dahulu. Secara intern kita boleh saling bermusuhan, tetapi ketika kita berbicara tentang Hindu  kita adalah satu.
Read More >>

Sabtu, 17 Desember 2011

Kedamaian: Tolak Ukur Agama Masa Depan




Agama diyakini oleh setiap pemeluknya sebagai pesan Tuhan kepada umatnya. Pesan Tuhan yang terangkum dalam kitab suci itu kemudian dijadikan pedoman hidup bagi manusia. Pedoman hidup tersebut diyakini akan mengantarkan seseorang untuk memperoleh kebahagiaan dalam kehidupan baik duniawi maupun rohani.
Namun demikian ternyata dewasa ini banyak sekali umat yang tidak merasakan kebahagian hidup tersebut. Umat merasa hidupnya tidak damai. Kedamaian itu terusik akibat maraknya konflik, baik itu karena dilatarbelakangi oleh perbedaan suku, agama, dan ras; bencana alam; berkembangnya penyakit-penyakit baru yang mematikan; ataupun tingginya angka kriminalitas. Berbagai faktor tersebut menyebabkan umat selalu dibayangi rasa  ketakutan. Mereka takut sewaktu-waktu salah satunya akan mendera mereka.
Tolak ukur yang dapat menggambarkan ketidakdamaian manusia adalah tingginya angka bunuh diri di berbagai daerah. Berbagai alasan melatarbelakangi tindakan nekat orang akan hal ini. Beberapa orang bunuh diri karena terbelit utang, ada yang karena menderita penyakit yang tidak kunjung sembuh, putus pacaran, bahkan ada pula karena urusan sepele berupa tidak diberikan uang jajan oleh orang tuanya. Tolak ukur lain misalnya semakin banyaknya orang-orang yang stress dan depresi. Hal ini mencakup lingkup yang luas; dari berbagai usia, bangsa, dan agama. Tentunya hal tersebut membuat kita bertanya-tanya; sudahkah agama memberikan kedamaian kepada umatnya?
Ajaran agama hendaknya mampu menciptakan perasaan damai di hati para pemeluknya. Dalam ajaran Hindu, banyak sekali akan kita temukan literatur mengenai petunjuk hidup dalam menciptakan perasaan damai ini. Ajaran tersebut tidak hanya diperuntukkan bagi sebagian orang saja, namun seluruh manusia dari berbagai jenjang pendidikan, umur, dan bangsa.  Hal itu membentang dari ajaran kitab Itihasa dan Purana bagi  mereka yang mempunyai tingkat pemahaman yang masih rendah sampai pada kitab Upanisad bagi yang tingkat pemahamannya lebih tinggi.
Secara umum ajaran dalam berbagai kitab suci tersebut mengajarkan bahwa cara untuk dapat menemukan kedamaian tersebut dengan mulai melangkah “ke dalam diri’. Apabila kita sudah melangkah “ke dalam”, kita tidak akan lagi dibingungkan oleh benda-benda duniawi yang menyebabkan keterikatan yang pada gilirannya akan menimbulkan perasaan tidak damai. Beberapa upaya yang dapat dilakukan misalnya dengan semakin mengintensifkan sembahyang, membaca kitab suci, mendegarkan lagu-lagu rohani, ataupun menonton dan membaca kisah-kisah Itihasa dan Purana.
Hal ini berbeda dengan beberapa agama lain dimana dalam kitab sucinya seringkali mengajarkan kebencian. Beberapa agama mengijinkan pemeluknya itu untuk memerangi orang-orang yang tidak sepaham dengan konsep agama mereka. Hal inilah pemicu utama beberapa perang dan konflik dewasa ini. Tentunya kita semua masih ingat dengan penjajahan berbagai bangsa di Asia dan Afrika beberapa abad yang lalu. Penjajahan oleh bangsa yang mengaku memiliki derajat yang lebih tinggi itu salah  satunya dilatarbelakangi oleh adanya upaya untuk menyebarkan ajaran agama. Memerangi orang kafir dan bidah bukanlah suatu dosa menurut pemahaman kitab suci mereka. Hal itu juga belum termasuk kekerasan yang menimpa agama-agama minoritas yang terjadi di negeri ini.
Solusi dari permasalahan tersebut adalah dengan membuka diri dan menghargai ajaran agama orang lain. Kita hendaknya disiplin dalam berpikir dengan tidak menggunakan pola pikir agama kita untuk memahami ajaran agama lain. Kita tidak akan dapat memahami kedalaman makna ajaran suatu agama apabila kita masih mengkajinya dengan pola pikir dari agama yang kita anut.  Hal ini dapat dianalogikan seperti seseorang yang ingin menebang pohon dengan menggunakan pisau dapur, sebuah kekeliruan yang bodoh dan fatal. Ketika kita sudah dapat berpikir seperti itu maka kita akan dapat menemukan kebenaran dalam agama tersebut. Dengan demikian kita tidak lagi akan memandang rendah orang yang berbeda agama dengan kita dan berusaha membujuk mereka untuk memeluk agama yang kita anut.
Sudah tidak jamannya lagi mengkonversi orang-orang untuk beragama sesuai dengan agama yang kita anut terlebih lagi bagi mereka yang sudah beragama. Sudah tidak jamannya pula kita berebut umat untuk meningkatkan kuantitas pemeluk agama yang kita anut. Kebesaran suatu agama tidak diukur dari seberapa banyak umat yang menganutnya. Tidak pula diukur dari seberapa banyak dan megah tempat pemujaannya.  Kebesaran suatu agama diukur dari seberapa besar sumbangsihnya dalam menciptakan kedamaian di muka bumi . “Semoga  terdapat ketenangan dan kedamaian untuk semua makhluk” (Atharwa Weda)
Read More >>

Jumat, 16 Desember 2011

Tirtayatra di Dalam Negeri Apa Salahnya?




            Perkembangan teknologi khususnya di bidang transportasi sangat membantu umat untuk melakukan perjalanan suci (tirtayatra). Dengan adanya kendaraan bermotor maka masalah jarak tidak menjadi halangan lagi dalam bertirtayatra . Tirtayatra ke pura-pura tidak lagi ditempuh dengan jalan kaki seperti dulu. Bahkan untuk sembahyang ke pura Kahyangan Tiga di desa pun sekarang ini dilakukan dengan memakai sepeda motor. Tempat tujuan tirtayatra pun meluas, tidak hanya di dalam negeri tetapi juga ke tempat-tempat suci di luar negeri seperti India, Nepal, dan beberapa negara lain. Belakangan tirtayatra ke luar negeri ini malah lebih populer di kalangan umat daripada ke dalam negeri. Hal ini sesungguhnya merupakan kabar yang menggembirakan, tetapi tirtayatra semacam itu lebih terkesan pamer dan plesiran. Makna tirtayatra menjadi kabur ketika umat melakukannya dengan mengabaikan obyek-obyek tirtayatra di dalam negeri yang bahkan belum sempat dikunjungi.
            Sesungguhnya tirtayatra di dalam negeri tidak kalah berpahala. Banyak pura di dalam negeri juga mempunyai vibrasi yang luar biasa. Bahkan Shri Shri Ravi Sankar sangat gemar berkunjung ke Bali karena energi kosmis Bali yang kuat. Demikian pula dengan Acarya Shri Kishore Goswami, penemu Meditasi Angka yang berhasil menemukan teknik meditasi ini di Bali. Selain itu masih banyak lagi para Maharsi jaman dulu yang gemar melakukan tirtayatra di nusantara dan kemudian membangun tempat-tempat suci. Beliau seolah berpesan bahwa tirtayatra di dalam negeri amat penting.
            Membangun kecintaan umat untuk bertirtayatra ke pura-pura di dalam negeri sangatlah penting. Tirtayatra tidak hanya sekedar bertandang ke tempat suci dan sembahyang, tetapi lebih dari itu tirtayatra dapat membuktikan eksistensi Hindu di nusantara. Melalui tirtayatra, umat lain dapat melihat bahwa Hindu masih tetap eksis. Dengan bertirtayatra ke pura-pura di Jawa misalnya, umat lain akan tahu bahwa Hindu masih ada, tidak hanya di Bali. Secara politik hal ini diharapkan mampu menggugah kebijakan-kebijakan pemerintah untuk lebih memperhatikan Hindu. Selama ini Hindu di luar Bali kerap kali terabaikan karena dianggap “tidak ada”. Sebagai contoh dapat diambil kekurangan tenaga guru agama di daerah sehingga banyak siswa Hindu tidak mendapat pelajaran agama di sekolahnya. Diharapkan perhatian pemerintah akan lebih besar kepada umat Hindu seiring dengan makin bersemangatnya umat dalam bertirtayatra di dalam negeri sebagai bukti keberadaan Hindu di nusantara.Dengan tirtayatra pula rasa persatuan antarumat Hindu dapat dipererat sehingga sangat membantu perkembangan Hindu di nusantara.
            Aspek ekonomi juga hendaknya jangan diabaikan. Tirtayatra secara tidak langsung juga berperan penting dalam membangun perekonomian warga. Perjalanan suci ke tempat-tempat suci memerlukan sarana pendukung seperti travel agent, sarana upakara, penginapan, warung makan, dan sarana pendukung lainnya yang akan berpengaruh terhadap jehidupan warga sekitar dari aspek ekonomi. Celah ini hendaknya dapat dibaca oleh umat Hindu untuk berkecimpung di dalamnya. Selama ini umat Hindu kurang jeli mengambil peluang bisnis dari tirtayatra sehingga hasilnya kebanyakan dinikmati oleh umat lain. Jasa-jasa penginapan dan warung makan di areal pura juga bertebaran di sekitar pura namun sebagian besar dikuasai oleh umat lain. Tentunya akan lebih baik apabila kita yang mengambil alih peluang bisnis ini.  Dengan demikian perekonomian umat Hindu yang selama ini terbelakang akan dapat diperbaiki dengan kegiatan tirtayatra ini.
            Secara spiritual tirtayatra merupakan upaya untuk meningkatkan kesucian diri secara spiritual. Berkunjung dan bersembahyang di tempat-tempat suci yang mempunyai vibrasi spiritual yang tinggi akan mampu meningkatkan kualitas kesucian diri secara bertahap. seperti halnya sebatang besi yang pelan-pelan menjadi magnet karena seringkali dekat, demikian pula jiwa akan semakin tersucikan ketika kita rajin melakukan tirtayatra dengan tulus. Etika berkunjung ke tempat suci  dimana umat diharapkan untuk menjaga kesucian pikiran, perkataan, dan perilaku hendaknya dapat diemplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian maka  berprilaku suci akan menjadi suatu kebiasaan. Inilah sesungguhnya tolak ukur keberhasilan dalam bertirtayatra.
            Kecintaan umat untuk melaksanakan tirtayatra dalam rangka membangun Hindu Nusantara hendaknya perlu diupayakan. Alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan  penataan pura dengan baik. Areal pemukiman dab ekonomi perlu ditempatkan pada tempat yang semestinya sehingga  tidak mengganggu umat bersembahyang. Pura-pura kita juga cenderung kumuh. Banyak sampah sisa sesajen berserakan di areal pura. Anjing dan hewan juga dengan mudahnya berkeliaran di areal pura. Bahkan di beberapa pura ada umat (anak-anak) yang berebut sesari yang sangat menganggu umat dalam sembahyang. Hal tersebut hendaknya segera dibenahi dalam upaya untuk menumbuhkan kecintaan umat dalam bertirtayatra di dalam negeri.
Read More >>